Post on 18 November 2024
Oleh Sunaro
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang bertujuan untuk menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa yang beragam. Meskipun metode ini telah banyak diadopsi, masih ada beberapa miskonsepsi yang dapat menghambat pemahaman dan implementasinya secara efektif. Berikut adalah beberapa miskonsepsi umum tentang pembelajaran berdiferensiasi:
1. Pembelajaran Berdiferensiasi Hanya untuk Siswa dengan Kebutuhan Khusus
Banyak orang berpikir bahwa pembelajaran berdiferensiasi hanya diperuntukkan bagi siswa dengan kebutuhan pendidikan khusus atau yang memiliki kesulitan belajar. Padahal, pembelajaran berdiferensiasi berlaku untuk semua siswa, baik yang memiliki kemampuan tinggi maupun yang membutuhkan dukungan lebih. Tujuannya adalah untuk memastikan setiap siswa dapat belajar secara optimal sesuai dengan gaya, kecepatan, dan kebutuhan mereka.
2. Pembelajaran Berdiferensiasi Itu Membutuhkan Banyak Waktu dan Persiapan
Walaupun pembelajaran berdiferensiasi memang memerlukan perencanaan yang lebih teliti, hal ini tidak selalu berarti bahwa guru harus menghabiskan waktu berlebihan. Dengan pendekatan yang tepat, seperti menggunakan strategi yang fleksibel dan alat bantu pembelajaran digital, guru dapat mengelola perbedaan di dalam kelas tanpa harus mengorbankan waktu yang terlalu banyak. Seringkali, pemanfaatan berbagai sumber daya dapat mempercepat proses ini.
3. Pembelajaran Berdiferensiasi Menuntut Pengajaran Individual yang Sangat Spesifik
Salah satu miskonsepsi adalah bahwa pembelajaran berdiferensiasi mengharuskan guru untuk memberikan perhatian individual yang sangat spesifik kepada setiap siswa sepanjang waktu. Faktanya, strategi berdiferensiasi sering kali melibatkan pengelompokan siswa berdasarkan kesamaan kebutuhan, minat, atau tingkat kemampuan. Dengan demikian, guru dapat memberikan pengajaran yang disesuaikan tanpa harus memberikan perhatian satu per satu kepada setiap siswa.
4. Pembelajaran Berdiferensiasi Mengubah Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti mengubah tujuan pembelajaran, melainkan mengubah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Semua siswa diharapkan mencapai standar yang sama, namun metode dan pendekatan yang digunakan untuk mencapainya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa. Artinya, meskipun cara dan materi yang digunakan berbeda, hasil akhirnya tetap harus setara.
5. Pembelajaran Berdiferensiasi Itu Mahal dan Memerlukan Banyak Sumber Daya
Beberapa orang berpikir bahwa untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, guru memerlukan banyak materi dan teknologi mahal. Padahal, pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti pengelompokan siswa, penggunaan materi pembelajaran yang fleksibel, atau modifikasi cara penyampaian materi tanpa perlu biaya besar. Kreativitas guru sering kali menjadi kunci dalam menjalankan pendekatan ini dengan sumber daya yang terbatas.
6. Pembelajaran Berdiferensiasi Hanya Terkait dengan Perbedaan Kemampuan
Walaupun pembelajaran berdiferensiasi sering dikaitkan dengan perbedaan tingkat kemampuan siswa, pendekatan ini juga mencakup perbedaan minat, gaya belajar, dan latar belakang budaya. Oleh karena itu, guru dapat menyesuaikan pengajaran tidak hanya berdasarkan kemampuan akademik, tetapi juga dengan mempertimbangkan keunikan setiap siswa dalam berbagai aspek.
7. Semakin Banyak Diferensiasi, Semakin Kacau Kelasnya
Ada anggapan bahwa semakin banyak perbedaan yang diterapkan, semakin sulit untuk mengelola kelas. Namun, dengan perencanaan yang matang dan penggunaan strategi pengelolaan kelas yang efektif, pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan menciptakan suasana kelas yang lebih dinamis dan inklusif. Dengan pendekatan yang terorganisir, keberagaman dalam kelas justru dapat menjadi kekuatan, bukan hambatan.
8. Pembelajaran Berdiferensiasi Mengurangi Keadilan dalam Pembelajaran
Meskipun pembelajaran berdiferensiasi berarti mengadaptasi pengajaran untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda, ini justru bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam peluang belajar. Dengan memberikan berbagai cara untuk mengakses materi pembelajaran, semua siswa, terlepas dari latar belakang atau kemampuan mereka, diberikan kesempatan untuk mencapai potensi terbaik mereka. Ini lebih kepada equality of opportunity, bukan equality of outcome.
Kurikulum, seperti Kurikulum 2013 (K13) dan Kurikulum Merdeka, membawa pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran. K13 menggunakan pendekatan behavior dengan 5M, sementara Kurikulum Merdeka mengusung pendekatan konstruktivisme dan menawarkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan mengakomodasi kebutuhan dan potensi siswa, dengan diferensiasi dalam konten, proses, produk, dan lingkungan belajar, meskipun tidak semuanya harus diterapkan dalam setiap pembelajaran.
Namun, ada beberapa miskonsepsi dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi, seperti keharusan asesmen diagnostik gaya belajar atau pengelompokan siswa berdasarkan gaya belajar. Sebenarnya, gaya belajar hanya kecenderungan, bukan sesuatu yang mutlak, dan tidak perlu dijadikan dasar utama dalam pembentukan kelompok belajar. Kelompok siswa bisa dibentuk berdasarkan kemampuan kognitif mereka yang beragam, dengan guru memberikan pendekatan yang lebih individual.
Pembelajaran berdiferensiasi sebenarnya sudah sering dilakukan oleh guru, seperti memberikan materi atau tugas yang berbeda sesuai kebutuhan siswa, atau melakukan pendekatan personal kepada siswa yang membutuhkan penjelasan lebih. Gaya belajar dapat membantu siswa dalam memilih cara yang paling nyaman untuk menyelesaikan tugas, tetapi tidak perlu menjadi dasar pengelompokan yang kaku.